Sabtu, 17 Maret 2012

Interview Luna Maya, Sigi Wimala, dan Ilya Sigma Untuk "Perempuan Bikin Film" (Bag 1)


Sore itu berkunjung ke kantor 700 Pictures, sebuah perusahaan filem milik Putrama Tuta yang memproduksi Catatan Harian Si Boy (CHSB).
Bila CHSB terkesan sangat "cowok", maka hari itu kantor yang terletak di kawasan Kemang tersebut mendapat sentuhan "cewek". Hari itu tampak Luna Maya, Sigi Wimala dan Ilya Sigma yang sedang menatap layar laptop mereka masing-masing.
Ketiga wanita cantik tersebut sedang mengerjakan sebuah proyek film yang untuk sementara memakai working title, Perempuan Bikin Film (Lantai 1). (baca artikel terkait hal ini).
Antusiasme yang amat besar terasa di ruangan tersebut, karena selain tiga serangkai wanita canti itu, hadir pula Gina S. Noer. Wanita ini adalah penulis naskah, sekaligus salah satu pendiri institusi Plot Point, bersama suaminya Salman Aristo. Hadirnya Gina di proyek ini untuk membantu pengembangan naskah proyek Perempuan Bikin Film (Lantai 1).
Dan di sela-sela kesibukan mereka mengerjakan Perempuan Bikin Film (Lantai 1), kami beroleh kesempatan untuk berbincang-bincang dengan Luna Maya, Ilya Sigma dan Sigi Wimala dalam sebuah perbincangan yang santai.
Simak rekaman perbincangan kami dengan para sutradara wanita tersebut, berikut ini :
Boleh.Com :Proyek Lantai 1 atau Peremupuan Bikin Film ini kita sempat mendengar bahwa rencananya akan berkonsep lima sutradara wanita. Sekarang kenapa tinggal tiga saja?
Ilya Sigma (IS) : Kemarin sempat pengen lima. Cuma pas mau cari 2 lagi, kita sudah cocok bertiga. Ya udah kita bertiga saja. Pertimbangannya kalau lima sutradara juga akan lebih panjang dan lebih kompleks ceritanya.
Luna Maya (LM) : Ngapain maksain lima tadi akhirnya pending mulu. Kita udah sreg bertiga dan kita putuskan jalan aja.
Boleh.Com : Sigi dan Luna selama ini dikenal sebagai aktris yang berada di depan layar. Keputusan berada di belakang layar seperti ini apakah merupakan sebuah pernyataan jika kalian juga mampu menyutradarai?

Sigi : Mungkin kesempatan untuk berkarya. Aku dan Luna selama ini dikenal di depan layar, jadi ketika diberi kesempatan sama Tuta (Putrama Tuta, sutradara Catatan Harian Si Boy-red), kami antusias. Sebenarnya aku suka. Kemarin-kemarin bikin iklan, itu on demand aja. Tergantung permintaan klien. Tapi ini kita diberi kebebasan untuk bikin sesuatu, nunjukin karakter masing-masing secara treatment. Sekarang itu kesempatan lebih banyak sejak era digital untuk orang-orang bikin film. Masalahnya film seperti apa.
Boleh.Com : Ada semacam tanggapan sinis dari beberapa pihak tentang semua orang yang bisa menjadi sutradara, meskipun tidak melalui pendidikan formal. Sinisme yang kemudian mempertanyakan kapasitas orang-orang yang mencoba menjadi sutradara. Tanggapan kalian?
SW : Kita fokusnya di story, sih. Kenapa kita lama banget di story, karena menurut kita yang paling penting itu story. Banyak yang bisa bikin shot-shot bagus. Buka saja Vimeo.Com dan kita akan menemukan gambar-gambar bagus. Tapi untuk apa shot bagus, tapi nggak ada ceritanya.
LM : Kalau saya berpikir itu wajar. Saya nggak mau membuktikan apapun, misalnya saya bisa menjadi director. I just try to make something, sesuatu yang saya suka banget. Jujur saya masih awam soal teknis. Kalau ada yang ngomong nyinyir, saya percaya mereka lebih jago dan lebih pinter. Kita semua di sini baru belajar. Masalah berhasil atau nggak, semua akan tergantung seleksi alam. At least, we've tried our best. Kita cuma pengen nawarin sesuatu yang beda. Karena masyarakat sekarang sepertinya udah jenuh dengan film yang itu-itu aja.
Boleh.Com  : Pertimbangannya memilih Luna dan Sigi untuk menyutradarai?
Sigi Wimala (SW) : Yang milih Luna dan Tuta kok.
Luna : Saya milih Sigi karena dia udah pernah nyutradarai dan filemnya bagus banget. (Sigi Wimala pernah menggarap klip video milik grup, RAN. Dia juga pernah menjadi sutradara salah satu film pendek di L.A Indie Light Movie, berjudul Boy Crush-red)
Dan kita kepikiran untuk mengajak satu orang yang belum pernah menyutradarai. Dan pas kita tawari Anggi (Ilya Sigma), dia mau. Ya udah, kita jalan.
Boleh.Com : Saya melihat konsep Lantai 1 alias Perempuan Bikin Film akan memadukan tiga genre dalam satu film. Komedi romantis, drama dan thriller. Ide ini sebenarnya datang dari mana?
SW : Ide memadukan tiga cerita dan tiga genre awalnya datang dari Clara Ng. Ini sesuatu yang baru, karena biasanya film dengan banyak sutradara dan cerita umumnya memiliki tema dan genre yang sama. Dan ini bagian alasan dasar mengapa kita berfokus dengan 3 cerita saja. Pas kita analisa lagi ide Clara Ng, ini menarik banget. Yang penting ceritanya solid, dengan 3 genre yang kontras dan yang penting kita have fun ngerjainnya. Dari awal Luna cerita tentang ide ini, kelihatan ini bukan project kayak biasa. Yang penting kita happy with it dan hopefully penonton merasa ini entertaining.
LM : Kadang-kadang kalau kita nonton omnibus, satu horor lalu semuanya horor. Kemarin sempat terpikir bikin tentang cinta, tapi kemudian kita pikir lagi nggak lah. Kenapa bukan filem dengan latar dan tema yang berbeda-beda. Tapi, di cerita Lantai juga ada tentang cinta, tentang persahabatan dan tentang keikhlasan.
Boleh.Com : Naskahnya sudah sejauh mana?
IS : Sekarang sambil jalan. Sebentar lagi udah locked, sembari proses kasting juga.
Boleh.Com : Proses syuting Lantai 1 ( Perempuan Bikin Film ) ini kapan?Apakah akan back to back?
LM : Pertama yang syuting duluan mungkin ceritanya Sigi, kedua saya dan terakhir Anggi.
Boleh.Com : Kapan target film ini akan tayang?
IS : Kita nggak pengen menargetkan tayang kapan. Kita lihat dulu hasil filmnya gimana. Kalau ada festival yang cocok mungkin akan kita ikutsertakan.
Boleh.Com : Berarti film ini akan dilempar ke festival di luar negeri dahulu, sebelum ditayangkan di Indonesia? Apakah ini karena gairah menonton filem Indonesia sedang sepi?
SW : Tidak menutup kemungkinan untuk itu. We know, industri perfileman tanah air sedang menyedihkan. Tapi it doesn't mean we stop in making films. Itu sudah menuju the best of it. Jangan sampai mati suri kayak dulu lagi. Soal keputusan melempar film ini ke festival, saya pikir itu stratefi yang bagus. Nama baik Indonesia juga akan dibawa, sekalian untuk menjawab cynical questions soal kapabilitas kita bikin film. Tapi, rather make films than make nothing.
LM : Saya setuju. Mending bikin film, meski hasilnya biasa-biasa aja. At least, we have tried to do it.
SW : Karena untuk membuat sesuatu butuh keberanian dan proses. Banyak film-maker muda yang sukses dan pasti aja komentar yang jelek.
Penasaran kelanjutan interview dengan mereka tentang proyek film Omnibus ini? Interviewnya akan berlanjut di Bagian kedua nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar