INGIN KESEMPATAN KEDUA
Waktu terus bergulir. Topic tentang
dirinya masih saja menjadi perbincangan public. Namun, teman-temanya
terus mengajaknya ke luar rumah. Sampai suatu hari, Luna berani. Sebagai
penggila Film, Luna lebih memilih nonton film di mal yang tidak
terkenal. Meski begitu ,ia mengaku tetap memakai jaket, topi, dan
berjalan menunduk. Ia menyembunyikan wajahnya sedemikian rupa.
“Kalau
ada yang mengenali, saya tahu, mereka melihat saya dengan berbagai
rasa. Saya tidak sanggup menatap mata mereka,”Katanya jujur.
Dimasa-masa
pemulihan ini, Sahabat-sahabatnya dari Bali bergantian menemani.
Manajernya tak pernah meninggalkannya. Bundanya tak henti memberikan
semangat. “Cepat atau lambat, kamu harus hadap ini semua, kamu harus sanggup,”kata ibunya. Hati Luna menguat.
Hingga
dua bulan, tawaran untuk muncul di TV, kembali datang. Ia menanggapinya
dengan persaan campur aduk. Antara tidak percaya, senang, dan
bersyukur. Namun, ia bukan lagi Luna yang dulu, yang spontan dan banyak
bercanda.”Saya sekarang sangat berhati-hati melemparkan joke, atau
komentar. Saya benar-benar tak boleh membuat kesalahan lagi,”katanya.
Di
depan kamera yang dulu menjadi bahagian dari kehidupannya, ia justry
gemetar. Ia mengaku, panggung itu tak lagi sama. Ia sulit menikmatinxa. Wanita bernata indah
itu mengatakan, sungguh butuh keberanian yang besar untuk dirinya
kembali ke depan khalayak. Namun, ia bertekad untuk bisa, karena
bagaimana pun ini adalah dunianya.
Tawaran sinetron stripping pun
datang. Tawaran itu diterima, karena dirasakannya lebih mudah bekerja
untuk memerankan orang lain.
Ia seperti datang menyusun langkah
memulai kesempatan kedua. Ia kembali berkosentrasi pada clothing line
miliknya, ia sudah membuka 11 outlet. Juga mengurus sebuah restoran
miliknya di Jakarta. Luna bersyukur, ketika dulu uang begitu mudah
didapat, ia royal berinvestasi di bidang bisnis. Meski berkali-kali
gagal, tak jera. Baginya, penglaman itu mahal, sementra uang bisa dicari
lagi. Satu lagi yang kini menjadi semangatnya, membuat film layar lebar
100 menit bergandre suspense. Bersama beberapa rekan, Luna ikut
menyumbang dana sebagai produser, sekaligus menjadi sutradara bersama
Lukman sardi, sahabatnya. “Ini proyek impian saya. Saya tahu benar
membuat film ada dua pilihan:film komersial atau fil kelas festival yang
berkualitas. Saya memilih yang kedua,”lanjut luna.
Ditanyakan apa
yang paling ditakuti pada saat ini, Luna terdiam cukup lam. Ia seolah
mencari kata-kata yang paling tepat untuk menggambarkan isi hatinya.
“Terdengar sombong, kalau saya mengatakan saya tak takut apa-apa. Tapi,
cobaan 9 bulan ini membuat saya kebal. Semua yang harus terjadi tetap
harus saya jalani. Saya harus menjalani apapun. Sebab, saya tahu, semua
ini akan berlalu juga,”katanya, mencoba bijak.
Lalu apa
komentarnya tentang suara-suara di luar yang berspekulasi bahwa Luna
sedang berusaha merangkak naik ke posisinya semual?.”Memang ini suatu
tantangan untuk bisa kembali ke posisi itu. Tapi tanpa, gegabah, saya
berani berkata , andai saya boleh memilih, saya tak ingin berada di
temapat semula. Angin sangat besar. Popularitas itu menjadi menakutkan,
menuntut bayaran mahal. Saya harus menyenangkan semua orang, dan tak
boleh salah,”katanya.
Ia mengaku lebih bahagia sekarang. Kerja tak
terlalu berat dan punya banyak waktu untuk dihabiskan bersama keluarga
dan sahabat. Luna bertekad mengubah alur hidupnya , selesai satu
pekerjaan, ia akan berlibur. Tak akan lagi ada kontrak kerja
sambung-menyambung. Ia ingin hidupnya seimbang. Dengan begitu, ia merasa
telah menghargai hidup yang telah diberikan padanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar